Senin, 30 November 2015

Kidung Hijau (1)

begitu rindang
seperti tautan dedaun yang menaungi tuai panas matari jerembab pada wajahmu yang memerah
juga meneduhi rimbun melulu!

semua mengisi bagai kucuran fatamorgana yang bermain dawai kesudahan pada ujung tapa di mayapada
hingga menepi pada sudut yang hentak seketika
relung nan suram pada kala yang dinanti

jumawa hanyalah titian kosong saat renjana berbekas luka mengetuk pintu hati yang membeku
membacakan bait kidung wedha pada altar berdebu
dan bermuram sembilu tanpa ujung kalut yang hendak digapai jua!

Engkaulah hati
yang padamu tertanam wicaraku
yang di dirimu sulam tanya memaku rindu
hingga sesudahnya
Apatah kau bersungguh lagi?

Rabu, 28 Oktober 2015

Masihkah Kau Merindu? (3)

karena pada dasarnya setiap rindu itu bagai semilir halus yang harusnya tiada akan meninggalkan lebam pada hati
atau bahkan luka
rinai rasa bahkan duka yang gemuruh

merundung jemari yang bertaut pada tadahan pinta
panjat punca doa

gemulai dedaun menghirup tangisan yang jatuh saat senja
kenapa tak kau hentikan saja waktu yang sangat mengganggu itu?
tiap detiknya seperti jeritan pilu siksa dari kedurjanaan neraka
hingga harus ku sembunyi pada tiap dinginnya malam agar tiada menggigil kesepian

duh!
hentakan kelam merentak tanah berdebu
meregangkan keniscayaan
hingga serumu meraung lewati lembah lembah jemu
di ujung bibirmu
menempel setiap asa yang menggantung gemuyu
bukan untuk sekedar disesapi
karena semua bertanya akan bila mampu termiliki

dan
sambutan dari sahutan kehidupan
pada resah nan berbilang
kita tiada akan menunggu lagi

Minggu, 13 September 2015

Kamu adalah...

Kamu adalah rama rama liar yang terperangkap karena kerlip cahaya
menari berputar pada pendar yang membuatmu tiba

Kamu adalah ringan kayuh semilir bayu yang menggerus riuh; kala tatapmu merapuh atau membinar
atau bahkan menghiba!

Kamu adalah sesosok mimpi yang berjalan di siang terik; melangkah mantap dalam keanggunan yang mempesona

Kamu adalah sepuluh ribu jarum yang menusuki jantung hati hamba saat dirimu beringsut menjauh; depa demi depa

Kamu adalah rintih hujan yang menggelayuti tanpa permisi
begitu tiba tiba
begitu nyata

Kamu adalah matari dan gemintang yang bersatu cumbu pada satu waktu dan nihil untuk didekap bersamaan!

Kamu adalah sedekah hatiku pada cinta yang terlewat untuk dimiliki,atau bahkan hendak ku beri pada lelaki lain

Kamu adalah ronta tapa pada mayapada renta yang tak kan pernah bertemu pada sisi paling tepi hati!

Kamu adalah kamu yang kini hanya berani ku tatap tertunduk...
Karena kamu sungguh tanda tanya yang tiada akan berjawab,selamanya...

Jumat, 11 September 2015

Kembali (Kidung Waduk Dharma)

Aku kembali lagi
Pada bumi yang memaparkan keagungan ceremai
9 tahun sudah

Dan ku tatap janji yang pernah ku titip di tingginya awan

Sungguh lama sudah

Cikupa dan Cipasung tempat ku tatap waduk Dharma lagi

9 tahun dan janji itu masih ku kenang
terlambat
karena Engkau tiada ditepinya

Rintik Hujan


Rintik hujan dan bau basah tersemai dari tanah lembab

malam sekelam jelaga!

rutuk anak bumi yang berlari kian kemari
menghindari titik demi titik
air!
kemanakah ia akan berteduh?

deru hujan turun bersahut angin malam yang meniup kebekuan
juga semesta yang terpekur lemas
seperti Kundalini yang bersemayam hening; tapa tanpa batas!

malam sekelam jelaga!

jagad yang menyapa ilalang nan merunduk
atau langit yang meronta
seluruh damai bernyanyi kidung agung dari lontar tua

menyeruak mayapada!

Rindu bocah membubung
bersama aroma basah
dan ingsut beranjak malu-malu burung kenari yang bertengger beku

Sepatah doa menyibak nirwana
asmara yang kelu geming

malam sekelam jelaga!
rinai hujan menjumput titian mimpi

duh...
Engkau yang namamu tersebut selalu
janji yang gemuyu
menderap dalam dendang peluk tiada berkesudahan

Rintik hujan dan bau basah tersemai dari tanah lembab
kemanakah ia akan berteduh?

Selasa, 19 Agustus 2014

Siang Itu

Siang itu saat mentari cerah dan pipimu merona merah
Aku mengenali wangi tubuhmu yang tertinggal di atas permadani coklat muda
Diiringi desahan saxophone yang mengalunkan lagu lembut

Haruskah ku katakan betapa bahagiaku saat tiap detik berlalu mengeja menit dan jam pun menyatu menyempurna hari?
Engkau tertelungkup menghadap layar warna-warni seperti warna hatiku yang meniru pelangi
Hanya beberapa botol air putih dan cahaya yang mencuri masuk dari jendela di belakang ubun-ubun kita
Kepulan asap yang menari pada udara gerah di hari terakhir kemarau

Esok akan terus hujan!
Benar, ia akan melulu...

Tak terkira ku ingat siang itu saat mentari cerah
Sekilas saja bertemu pandang untuk ku ingat gurat kulit saat ujung matamu mengerut dan engkau tertawa
serta sunggingan senyum bernada manis ditemani desahan saxophone; lagu yang sama
Sanggupkah mempertanyakan engkau yang ku simpan dalam sebuah kotak kecil saja?
tiada mendengar karena melihatmu; ku harap semua mata tertutup kecuali milikku!

Siang itu saat mentari akan tergelincir
Engkau melangkah dengan iringan nada dan menghilang saat irama menjadi senyap

Telah selesai

Karena semua bermula dengan saat dan berhenti pada kala
Hingga ku kenali wangi tubuhmu di atas permadani coklat muda dengan desah saxophone

Bukan untuk siapa...

Sabtu, 17 Mei 2014

Masihkah Kau Merindu? (2)

Degup
hening bertapa ia dalam diam
denting air pada riak kolam

Rindu adalah ikatan ingatan yang kita bawa bersama
bertemu pada ujung-ujung rona merah hati dan jantung
Sembari menghirup sore hari yang hening lagi tenang!

Engkau pernah meniupkan canda
menorehkan senyum
menuangkan manis yang berkumpul pada cawan kaca di depan wajahku..
Engkau juga pernah merajut pedihku
mengoyak harap
dan memanggil badai yang begitu menderu mendorongku menjauh dari tumpuanku di hadapmu..

Engkau pernah menjadi segala
saat kini kau bukan siapapun

semua tersisa dalam kenangan yang tertumpuk di samping jendela dan hampir lapuk
hampir tanpa sisa dimakan ngengat
Lembar demi lembar

Aku memang berniat untuk membakar semuanya; namun juga tiada ingin!
Hingga mereka menjadi lusuh di tepi-tepi rasa..

Sungguh, kita hanya dua manusia yang tiada saling mengenal
dan bergontaian menghitung tiap bilangan siang dan malam
merangkak dari satu hati ke hangat hati lainnya
untuk bercumbu dan meracau dalam pelukan birahi!